Bahaya Ajaran sesat
15 Ogos 2007
Ustaz Dr. Abdullah Yasin
عَنْ أبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مِنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذ ٰلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ أَثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذ ٰلِكَ مِنْ أَثَامِهِمْ شَيْئًا
(رواه مسلم)
Terjemahan:
Daripada Abi Hurairah (ra) bahwa sesungguhnya Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam) bersabda:
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk (hidayah), maka baginya ganjaran pahala sama seperti pahala orang yang mengikutinya dengan tidak dikurangi sedikitpun, dan barangsiapa yang mengajak kepada dhalalah (kesesatan), maka (dibebankan) ke atasnya dosa sama seperti dosa orang yang megikutinya dengan tidak dikurangi sedikitpun”.
[Hadis Sahih Riwayat Muslim]
Mukaddimah:
Adalah sudah menjadi ketetapan agama Islam bahwa setiap satu amalan baik yang dilakukan oleh seseorang akan diberi balasan oleh Allah dengan ganjaran yang berlipat ganda, sejak dari 10 ganda, 700 ganda, hingga tidak ada batasannya (bighairi hisab). Sedangkan jika ia melakukan satu amal jahat, maka Allah tidak akan membebankan ke atasnya kecuali hanya satu dosa. Ini diantara bukti betapa sifat pengasih dan penyayang yang dimiliki oleh Allah Subhana Wa Taala.
Dan ganjaran amal baik akan menjadi berlipat ganda lagi untuk seseorang yang gemar menyebarkan hidayah atau kebenaran Dia bukan sahaja akan mendapat ganjaran daripada hidayah dan pengajaran yang disampaikannya tetapi juga akan mendapat ganjaran orang-orang yang mengikuti ajarannya tanpa dikurangi sedikitpun. Demikian pula sebaliknya terhadap kejahatan atau kesesatan yang disebarkannya. Dia bukan hanya akan ditimpakan dosa karena menyebarkan kesesatan tetapi juga mesti memikul dosa yang sama dengan dosa orang yang mengikuti ajarannya.
Kesan-kesan Amalan:
Allah SWT bukan hanya menulis ganjaran amalan seseorang tetapi juga akan menulis kesan-kesan amalan, samada yang baik ataupun yang jahat. Ini sebagaimana firman Allah:
Artinya: Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan kesan-kesan yang mereka tinggalkan.
(Yasin :12)
Dalam ayat di atas Allah SWT menjelaskan kepada kita bahwa selain amalan kita akan ditulis, juga kesan-kesan amalan kita. Ada dua makna kesan-kesan amalan di sini, iaitu:
- Kesan-kesan telapak kaki ketika pergi ke tempat yang baik
- Kesan-kesan amalan ketika kita masih hidup yang akan kita terima walaupun setelah kita wafat.
Hidayah Dan Dhalalah:
Hidayah lawannya Dhalalah. Hidayah maknanya Petunjuk dan Dhalalah pula maknanya Kesesatan. Hidayah datangnya daripada Allah sedangkan dhalalah datangnya daripada syaitan. Hidayah membawa manusia ke syurga, sedangkan dhalalah pula membawa manusia ke neraka.
Sebaik-baik kalam (ucapan) adalah Kalam Allah (Al-Quran) dan sebaik-baik Hidayah adalah hidayah Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam). Oleh sebab itu baginda Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam) pernah bersabda:
“Aku tinggalkan pada kamu dua perkara, sekiranya kamu berpegang teguh dengan kedua-duanya, maka kamu tidak akan sesat untuk selama-lamanya iaitu: Kitabullah dan Sunnahku”.
[HR Imam Ahmad dan Ibnu Majah]
Ilmu, Amal, Dakwah:
Amal dan dakwah tidak sempurna tanpa ilmu. Amal dalam kejahilan hanya akan menambah dosa, bukan menambah pahala. Demikian juga dengan dakwah. Dakwah tanpa ilmu hanya akan menambah dosa. Apalagi jika bahan yang disampaikan hanya rekaan nafsu belaka tanpa merujuk kepada Kalam Allah dan Kalam Rasul. Itulah sebabnya di antara tugas Rasul (sallallahu alaihi wasalam) adalah “Daa’iyan Ilal Laahi Biiznih”: menyeru kepada agama Allah dengan izinNya (Al-Ahzab :46). Mengapa ada tambahan: “Biiznih”? Karena segala bahan penyampaian dakwah mestilah dengan seizin Allah dan tidak boleh sesuka hati pendakwah.
Oleh itu, seyogianyalah kita semua dan para pendakwah khususnya selalu berwaspada dan berhati-hati dengan ilmu yang disebarkan. Jangan sampai terjadi, pahala yang diharapkan tetapi akhirnya dosa yang kita mesti tanggung.
Menanggung Dosa Orang Lain:
Allah berfirman: “dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (Al-An’aam :164). Maksudnya: Masing-masing memikul dosanya sendiri-sendiri.
Ayat di atas memang benar. Tetapi kaedah ini akan menjadi berbeda jika melibatkan penyebaran atau anjuran, Lebih-lebih lagi jika yang menyebarkan suatu kebatilan mengetahui tentang kebatilan ajaran yang disebarkannya.
Oleh itu, jauhilah segala larangan Allah dan RasulNya. Jika seseorang mencipta perkara baru dalam agama (bid’ah) yang samasekali tidak ada sumbernya dari Al-Quran dan Sunnah Nabi (sallallahu alaihi wasalam) ataupun sebagai orang pertama yang melakukan sesuatu maksiat. Lalu amalan bid’ah dan maksiat yang dipeloporinya itu diikuti oleh orang lain, maka ia terpaksa memikul dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya.
Sebagai contoh, umpamanya: Homosex (liwath) yang dipelopori oleh umat Nabi Luth. Tidak ada umat sebelumnya yang pernah melakukan perbuatan terkutuk itu. Ini sebagaimana firman Allah:
Ingatlah ketika Luth berkata kepada kaumnya: Mengapa kamu melakukan perbuatan keji itu yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia) sebelum kamu?
(Al-A’raaf :80)
Imam Al-Maraghy dalam tafsirnya (VII=IX/204) berkata:
“Umat Nabi Luth telah mempelopori perbuatan terkutuk itu, mereka menjadi ikutan dan teladan bagi umat sesudahnya, oleh itu mereka bukan saja menanggung dosa yang mereka lakukan tetapi juga dosa orang-orang yang mengikuti mereka hingga ke Hari Kiamat”.
Minta Maaf Secara Terbuka:
Jika seseorang telah terlanjur menyebarkan ajaran yang sesat, samada ajaraannya mengandungi unsur-unsur syirik atau pun unsur-unsur bid’ah, maka ia belum dianggap cukup sekedar memohon ampunan kepada Allah tetapi ia mestilah membuat pengisytiharan atau penjelasan terbuka dan menarik balik ajaran yang disebarkannya itu supaya pengikutnya sedar dan berhenti daripada meneruskannya.
Allah SWT berfirman: “…mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya”. (Al-Baqarah :159-160)
Hadiah Pahala Kepada Rasulullah?:
Kalu kita betul-betul memahami kaedah di atas, mungkin kita boleh akur dengan pandangan Imam Ibnu Al-Qayyim:
“Sebagian Ahli Fiqh akhir zaman (Fuqahaa Mutaakhkhirin) menyukai perbuatan tersebut (menghadiahkan pahala amalankepada Rasulullah sallallahu alaihi wasalam) dan sebagian yang lain pula tidak menyukainya, malahan menghukumkannya bid’ah karena perbuatan itu tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam) bersabda: (Lihat Hadis Bab di atas). Hidayah dan ilmu yang kita miliki semuanya berasal dari Rasulullah (sallallahu alaihi wasalam), oleh itu baginda pasti akan mendapat pahala seperti pahala pengikutnya tanpa dikurangi sedikitpun, samada mereka hadiahkan ataupun tidak dihadiahkan”. (Lihat Fqhus Sunnah: I/570)
Kesimpulan:
- Berhati-hatilah kalau ingin menyebarkan ajaran agama. Pastikan setiap akidah atau amalan ada sumbernya yang sah daripada Al-Quran dan Sunnah Nabi (sallallahu alaihi wasalam).
- Sungguh beruntung orang yang menyebarkan kebenaran dan sungguh rugi orang yang menyebarkan ajaran sesat.
- Untuk memastikan sesuatu kebenaran, kita mestilah selalu merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah (sallallahu alaihi wasalam) serta pandangan serta amalan Salafus Saleh.
- Golongan yang menjauhkan diri dari panduan Al-Quran dan Sunnah Nabi (sallallahu alaihi wasalam) sangat mudah terjebak dalam ajaran sesat
0 Response to "Bahaya Ajaran sesat"
Post a Comment